Jabarpos-Kekuatan yang membuat harga minyak turun tajam pada akhir 2018 tidak akan hilang. Harga minyak mentah AS telah jatuh 40 persen sejak mencapai tertinggi empat tahun di atas 76 dolar AS per barel pada Oktober. Minyak mentah Brent, patokan global, merosot minggu ini ke level terendah sejak Agustus 2017. Melansir CNN.com, Minggu (30/12/2018), minyak adalah penentu penting pertumbuhan ekonomi masa depan. Tekanan ke bawah yang terjadi terusmenerus mencerminkan kekhawatiran tentang melonjaknya produksi AS dan melemahnya ekonomi global. Bahkan tidak ada penurunan produksi oleh OPEC dan negara-negara mitranya yang mampu membalikkan tren ini. Kondisi tersebut bisa berlanjut hingga 2019. Dana Moneter Internasional memperkirakan pertumbuhan global akan melambat menjadi 2,5 persen tahun depan dari 2,9 persen pada 2018. Pengurangan aktivitas ekonomi berarti berkurangnya permintaan akan produk-produk energi. Sementara itu Badan Energi Internasional telah memperingatkan bahwa permintaan akan relatif melemah di Eropa dan negara-negara Asia maju. Ini juga menandai perlambatan permintaan di India, Brasil dan Argentina, di mana sebagian disebabkan oleh mata uang yang lemah. OPEC memperingatkan bulan ini bahwa permintaan minyaknya tahun depan akan sekitar 1 juta barel per hari kurang dari pada 2018. “Faktor dominan pada sisi permintaan adalah prospek ekonomi,” kata Robin Mills, CEO perusahaan konsultan energi Qamar Energy. “Ini akan menerima beberapa dukungan dari harga minyak yang lebih rendah tetapi secara keseluruhan ekonomi global tampaknya cenderung melambat,” lanjutnya. (kompas.com)
Di Tahun 2019 Jatuhnya Harga Minyak Akan Menjadi Masalah Ekonomi Global
