Jabarpos.com. Bandung – Sang Hyang Sirah (Sanghyang Sirah) adalah nama sebuah tempat wisata yang berada di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Nama Sang Hyang Sirah itu sendiri biasa diartikan sebagai “Sirah Jawa” atau “Kepalanya Pulau Jawa”. Dikatakan demikian karena posisinya yang persis terletak tepat di ujung paling Barat Pulau Jawa, termasuk kawasan Taman Nasional Ujung Kulon.
Rusman Yusup, S.I.Kom, yang akrab dipanggil Om Yus, menceritakan perjalanannya “Sanghyang Sirah, nama yang selalu ingin dikunjungi entah ada apa disana tetapi hati ini ingin sekali untuk dapat menginjakkan kaki di Sanghyang Sirah. Sudah sejak lama saya ingin sekali mengunjungi daerah Sanghyang Sirah ini, sempat beberapa kali tertunda dengan berbagai kendala”ungkapnya kepada JPC.
“Pernah pada Tahun 2002 melakukan perjalanan kesana bersama Paguron dan para warga dimulai dengan menelusuri Leuweung Cipanon hingga ke Tanjung Lesung,terus menyebrangi laut menuju Pulau Panglawungan yang masih berada disekitar kawasan Kecamatan Sumur”Ujarnya.
“Keesokan harinya kami melakukan perjalanan menuju Umang, sesampainya disana rombongan Paguron bercerita bahwa ada satu pulau yang harus disinggahi tetapi untuk mencapai kesana sangatlah berat dari mulai medan maupun kondisi serta niat harus kuat”
“Pada saat itu kami sudah siap untuk melakukan perjalanan ke Sanghyang Sirah, tetapi kakak kami (teh Imas) yang ikut dalam rombongan,pada saat itu sedang dalam keadaan hamil dan saat itu usia kandungannya sudah masanya untuk melahirkan, kalau misalnya ditinggal sendirian tidak mungkin, sedangkan kalau ikut menyebrang takut terjadi apa-apa di jalan”
Akhirnya kami semua hanya bisa munajat (Berdo’a) di pinggir pantai Tanjung Lesung, agar suatu hari nanti apa yang diamanatkan dan diniatkan bisa tercapai”Kenangnya.
“Dan ditahun 2012,tepat nya tanggal 01 Juli 2012,hari Minggu, keinginan saya dan keluarga besar paguron tercapai. Dan ini tidak lepas dari adanya amanah karuhun (leluhur) untuk berziarah ke Sanghyang Sirah,mungkin belum banyak yang mengetahui bahwa di Sanghyang Sirah terdapat makam atau
petilasan,tetapi pada intinya semua berkaitan dengan para karuhun (Leluhur) Sunda khususnya dan karuhun pulau Jawa pada umumnya.
Perjalanan ke Sanghyang Sirah,yaitu untuk meneruskan perjalanan yang sudah lama tertunda sekitar 10 tahun yang lalu pada saat itu”Ungkapnya.
“Saya beserta keluarga besar berangkat dari Lembang,pada hari Sabtu(30/6/2012) sekitar jam 17.00 WIB sore hari.Setelah sebelumnya kami berkumpul dan mengadakan pertemuan untuk merencanakan dan mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi sepanjang perjalanan ke Sanghyang Sirah, dan ditemani Pa Mamat dari Sumedang yang sudah sering melakukan perjalanan ke sana”Jelasnya.
Dari Bandung ke Sanghyang Sirah,kami menggunakan rute via jalan tol Jakarta-Merak dan keluar di Cilegon Timur.Dari Cilegon,kendaraan menuju Pantai Carita,melalui Labuan terus ke Panimbang melewati Sumur dan terakhir menuju Umang. Sekitar jam 06.00 pagi kami memasuki wilayah Umang menuju ke kampung Katapang tempat penyewaan kapal yang akan dipakai menyebrang menuju Sanghyang Sirah.
Pada jam 09.00 WIB pagi,dengan hembusan angin dan cuaca yang cerah kami melakukan Persiapan Untuk menuju ke Sanghyang Sirah, ada 2 jalur menu ke sana yaitu jalur darat dengan jalan kaki melewati Pos Pertama Taman Nasional Ujung
Kulon,dikawasan Taman Jaya yang membutuhkan waktu 3 hari 3 malam, dan jalur laut menggunakan kapal nelayan jenis trawel yang singgah di pantai Sanghyang Sirah sebelah Timur, kemudian perjalanan dilajutkan dengan jalan kaki ke Sanghyang Sirah yang jaraknya tinggal 3-4 km lagi.
“Pada saat itu kami memutuskan untuk mengambil jalur laut dengan perjalanan yang cukup lama juga, ditempuh sekitar 5 jam perjalanan menggunakan kapal nelayan, kami langsung melakukan perjalanan dengan diantar oleh Pa Jaya sebagai Nahkoda kapal dan 2 orang awak kapalnya menuju Sanghyang Sirah. Setelah ngopi dan sarapan pagi di rumah pa Jaya, kamipun berangkat menuju lokasi Sanghyang Sirah”
“Setelah segala persiapan selesai dan lengkap,kami beserta rombongan berangkat menuju pantai dimana kapal trawl berada. Rumah Pa Jaya tempat kami beristirahat tadi tidak begitu jauh menuju pantai,sambil menunggu Perahu kecil (sekoci) datang untuk kami nanti turun dari kapal yang mengangkut kami, karena di lokasi kapal tidak bisa merapat ke pantai yang berpasir”jelasnya.
Sambil menunggu sekoci datang, Om Yus tidak menyia-nyiakan untuk mengabadikan setiap momen aktipitas rombongan sebelum menyebrang di pantai tersebut skalian menyalurkan hobynya dengan membidikan camera yang di bawanya.
Dengan Perahu kecil (Sekoci) berkapasitas penumpang hanya 2orang, bolak balik menyebrangkan anggota rombongan menuju kapal yang akan mengankut rombongan. Satu persatu dari rombongan dapat diangkut dan dinaikkan ke kapal nelayan yang
berkapasitas untuk 40 orang tersebut.
“Jadi kami saat itu yang ada di kapal berjumlah 22 orang, kami 19 orang ditambah dengan Pa Jaya dan 2 orang awak kapalnya. Tepat jam 09.00 kami semua sudah berada diatas kapal dan kapalpun berlayar membawa kami menuju Sanghyang
Sirah”Ungkapnya. (AP/JPC)
Baca juga: “Saat perjalanan yang menegangkan”