Memicu Kreativitas Seseorang Dapat Dilakukan Dengan Berbagai Cara

oleh -3,659 views

JABARPOS– Memicu ide kreativitas seseorang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya seperti yang dilakukan SMP N 3 Playen, di mana seluruh muridnya diajak mendesain sendiri corak baju batik yang dikenakan setiap hari Rabu.

Mengunjungi sekolah yang berlokasi di Desa Bandung, Kecamatan Playen, Gunungkidul, detikcom mendapati murid-murid yang tengah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Bukan berseragam putih biru khas SMP, murid-murid tersebut tampak mengenakan baju batik warna warni yang dipadu celana panjang bahan kain berwarna putih.

Selain itu, baju batik yang dikenakan murid-murid tersebut ternyata memiliki corak dan warna yang berbeda-beda. Terlebih, corak batik pada baju yang dikenakan murid-murid tersebut tampak tak begitu rapi.

Agus Supriyono (56), Guru Seni Budaya SMP N 3 Playen menjelaskan, bahwa setiap hari Rabu SMP N 3 Playen memang mewajibkan murid-muridnya untuk mengenakan baju batik. Hal itu untuk merespon julukan Yogyakarta sebagai salah satu Kota Batik yang ada di dunia, terlebih SMP N 3 Playen terkenal dengan kreativitasnya dalam membatik.

“Karena itu sejak tahun 2014 murid di sini (SMP N 3 Playen) wajib mengenakan baju batik di hari Rabu, dan baju batiknya harus dari hasil membatik murid itu sendiri,” ujarnya saat ditemui di SMP N 3 Playen, Desa Bandung, Kecamatan Playen, Gunungkidul, Rabu (10/4/2019).

Pria yang fokus mengajar seni rupa ini melanjutkan, pemakaian baju batik ke sekolah juga karena dimasukkannya batik ke dalam kurikulum muatan lokal. Berkenaan dengan hal itu, maka setiap murid diwajibkan membatik sejak duduk di bangku kelas 7.

Menurut Agus, hal itu telah disosialisasikan kepada orangtua murid saat anaknya diterima di SMP N 3 Playen. Terlebih, respons dari orangtua murid menyambut baik kebijakan dari sekolah.

“Program membatik sudah dilakukan sejak kelas 7, sistemnya murid-murid itu membatik baju warna putih bersama-sama. Karena membatik itu lama, jadi dilakukan secara giliran dan memakan waktu 3-4 bulan,” ucapnya.

“Karena kan harus menyalakan kompor dan menunggu lilin mendidih dulu, terus lilinnya diambil pakai canting dan digoreskan ke baju warna putih, itu yang bikin lama. Apalagi kelas 7 ada 112 murid, jadi harus bergantian juga membatiknya,” imbuh Agus.

Agus menyebut, saat pertama kali membatik, sekolah menggunakan media kain selebar 2 meter persegi lalu digambar menggunakan canting. Namun karena prosesnya memakan waktu yang cukup lama dan harus menjahitkan lagi bahan ke penjahit akhirnya sekolah memilih teknik membatik di atas baju polos.

“Terus banyak yang kecewa karena motif yang dinginkan murid-murid hilang karena kepotongan untuk bahan jahitan baju, jadi akhirnya pakai baju polos tadi dan ternyata pengerjaannya bisa lebih cepat,” katanya.

“Untuk pewarnanya kita pakai remasol yang bisa colek dan celup, karena kalau pakai naptol harus dibuka tutup. Apalagi dengan remasol yang bisa dicolek dan dicelup membuat warna baju batik berwarna-warni,” sambung Agus.

Selain itu, penggunaan canting untuk membatik baju polos tersebut agar murid-muridnya mengetahui bagaimana proses pembuatan batik jaman dahulu. Mengingat batik yang sebenarnya digambar menggunakan canting.

“Karena membatik itu memakan waktu, untuk murid-murid yang baju batiknya belum jadi boleh pakai baju batik yang dimilikinya. Tapi kalau baju batiknya selesai ya wajib pakai baju batik hasil membatik itu,” ujar Agus.

Teknis membatik sendiri diawali dengan membuat gambar hias di secarik kertas. Dimana gambar tersebut selanjutnya dimal ke baju batik, digambar menggunakan canting dan selanjutnya diwarnai.

“Kita ambil unsur khas Jogja yaitu batik Kawung dan dipadukan dengan kreativitas masing-masing murid untuk coraknya. Sedangkan pewarnaan baju kita ikuti warna logo sekolah, seperti warna biru, kuning, hitam dan putih,” katanya.

Murid SMPN 3 Playen Gunungkidul ke sekolah pakai batik desainnya sendiri. Murid SMPN 3 Playen Gunungkidul ke sekolah pakai batik desainnya sendiri. Foto: Pradito Rida Pertana/detikcom

Agus menambahkan, untuk kegiatan membatik, semua murid wajib melakukannya di sekolah, baik saat pelajaran kesenian, ekstra kulikuler bahkan saat murid sedang memiliki waktu senggang. Hal itu dikarenakan membatik memakan waktu yang cukup lama.

“Semuanya (baju batik yang dikenakan murid) dibuat di sekolah, bisa pas jam (pelajaran) seni budaya, pas libur hari Sabtu juga boleh, biasanya murid-murid nanti hubungi saya kalau mau membatik,” katanya.

Agus menjelaskan, untuk biaya membatik sendiri berasal dari iuran murid dan 20% menggunakan dana BOS. Menurutnya, rincian tersebut telah disebutkan pada surat edaran yang ditujukan kepada orangtua murid.

“Cost (biaya) katakanlah Rp 110 ribu dan sekolah membantu 20 persen lewat BOS. Biaya itu dari iuran perkelas. Mereka (murid-murid) juga boleh bawa baju polos warna putih, lilin malam dan peralatan membatik dan kalau keterbatasan alat kami sediakan,” katanya.

“Selama punya kreativitas peralatan membatik tidak jadi masalah dan kami bantu. Jadi prinsipnya asal murid senang kan kreativitasnya jadi muncul untuk membatik, dan itu salah satu tujuan kami mewajibkan murid untuk membatik baju batik yang dikenakan setiap hari Rabu,” imbuhnya.

Salah satu murid kelas 7, Iftitah Ananda (13) mengatakan bahwa ia sebelumnya tidak tahu peraturan yang mewajibkan setiap murid SMP N 3 Playen untuk membatik sendiri baju batik yang dikenakan setiap hari Rabu. Terlebih, ia tidak mengetahui bagaimana cara membatik.

“Sebelum masuk ke sini (SMP N 3 Playen) saya belum tahu caranya membatik, terus diajari itu dan akhirnya mulai bisa buat sendiri desainnya dan membatik di baju untuk seragam hari Rabu ini,” katanya.

“Jadi ya seneng aja bisa membatik dan pakai baju batik buatan sendiri,” imbuh Ananda.

Lanjut warga Desa Gari, Kecamatan Wonosari ini, bahwa untuk proses membatik memang terbilang lama. Namun karena dilakukan bersama-sama proses membatik menjadi menyenangkan.

“Kalau saya yang buat baju batik ini 3 mingguan, seminggu menggambar, seminggu mencanting lilin malam ke baju polos dan seminggu mewarnai,” pungkasnya.
(detikcom)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *