Pemkot Bandung akan Revisi Perda Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak

oleh -3,021 views

JABARPOS– Pemkot Bandung akan merevisi Perda No 10 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Nantinya dalam peraturan tersebut akan ditambah sejumlah hal terkait pemenuhan hak-hak anak.

Plt Kadis Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung Kamalia Purbani mengatakan revisi peraturan tersebut akan diusulkan ke DPRD Kota Bandung pada Bulan April mendatang.

“Kita perluas dari yang tadinya hanya perlindungan anak, sekarang ke pemenuhan hak-hak anak dan terkait kebijakan Kota Layak Anak (KLA),” ujar Kamalia di Balai Kota Bandung, Senin (25/3/2019).

Kamalia menjelaskan terdapat lima klaster yang akan ditambahkan dalam peraturan yang baru. Pertama adalah hak sipil dan kebebasan yang mencangkup kelengkapan registrasi dan akta kelahiran, fasilitas informasi layak anak dan kelembagaan partisipasi anak.

Klaster kedua, kata dia, mengenai lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. Dalam poin ini akan diatur mengenai pernikahan anak, lembaga konsultasi layanan pengasuhan anak, infrastruktur ruang publik yang ramah anak dan rute aman selamat ke dan dari sekolah.

“Ketiga adalah kesehatan dasar dan kesejahteraan. Di sini mulai dari persalinan fasilitas kesehatan, status gizi keluarga, pemberian makan pada bayi dan anak di bawah 2 tahun, fasilitas kesehatan ramah anak, rumah tangga dengan akses air minum dan sanitasi yang layak, hingga pengaturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR),” katanya.

Selanjutnya adalah klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang, budaya dan rekreasi. Pada klaster ini memuat pengembangan anak usia dini dan integratif, wajib belajar 12 tahun, sekolah ramah anak dan fasilitas kegiatan budaya, kreativitas dan rekreatif ramah anak.

Terakhir adalah klaster perlindungan khusus. Seperti namanya, klaster ini akan menangani hal-hal khusus seperti perlindungan anak korban kekerasan dan penelantaran, anak yang dibebaskan dari pekerja anak, anak korban pornografi, NAFZA dan HIV/AIDS, anak disabilitas dan kelompok minoritas, anak yang berhadapan dengan hukum (pelaku), anak korban jaringan terorisme dan anak korban stigma.

“Diharapkan dengan revisi ini kita dapat meningkatkan kapasitas menciptakan KLA. KLA ini bukan berarti tidak ada kekerasan tetapi bagaimana upaya yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan media massa,” ujar Kamalia.
(detikcom)